Selasa, 25 Juli 2017

MENGENAL HOAX

Sumber: https://orangemagz.com
Menurut KBBI (kbbionline.com) hoax adalah pemberitaan palsu atau bohong. Sedangkan menurut Wikipedia, Hoax atau pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu.

Keduanya tetap sama yaitu terkait pemberitaan palsu. Namun bagaimana bisa berita palsu itu beredar bahkan menjadi sebuah viral? Sebelum membahas hal tersebut, ada baiknya jika kita melihat berita atau hoax yang pernah beredar bahkan menjadi trending topik pada tahun 2016 silam. Diawali dengan pemberitaan tentang gambar palu arit di mata uang Rupiah edisi terbaru. Salah satu dari 11 pecahan mata uang rupiah dengan desain terbaru yg dirilis pada tanggal 18 Desember 2016 oleh Bank Indonesia tersebut bagi sebagian masyarakat Indonesia disambut dengan baik, namun tidak sedikit juga yang mencibirnya. tidak hanya mengkritik desainnya yang dirasa mirip dengan mata uang yuan China, mereka juga mengkritisi kehadiran gambar palu arit dari logo BI. Hal tersebut dikarenakan dua perkakas itu identik dengan simbol komunis. Namun setelah diselidiki ulang Logo BI yang disebut menyerupai simbol komunis itu merupakan bagian daripada teknologi cetak khusus yang disebut dengan rectoverso. Teknik ini akan membuat gambar menjadi tidak beraturan dan baru terlihat jelas saat uang diterawang.

Kabar hoax selanjutnya yang tidak kalah heboh adalah terkait konten foto jabat tangan Ahok dengan Habib Rizieq. Didalam foto tersebut menampilkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berjabat tangan dengan Habib Rizieq Syihab menyebar di media sosial. Foto ini kemudian menjadi perbincangan hangat antar netizen. Hubungan Basuki Tjahaja Purna atau Ahok dengan Habib Rizieq yang dikenal kurang harmonis sangat bertolak belakang dengan yang ditampilkan dalam foto tersebut. Bahkan, Habib Rizieq termasuk yang paling lantang menuntut Ahok ketika kasus penistaan agama menimpa Ahok. Gambar yang seakan nyata tersebut, tak lain adalah hasil editan seorang pekerja kreatif Agan Harahap yang sangat mahir dalam memanipulasi gambar. Agan Harahap pernah memanipulasi gambar dari tokoh-tokoh terkenal seperti Angelina Jolie, Kim Kardashian hingga petinju sekelas Manny Pacquaio. Barangkali niat dari si tukang edit itu baik, ingin menyatukan dua tokoh besar yang berseberangan menjadi terkesan akur. Namun jika hal tersebut palsu tentu tetap saja tidak dibenarkan.

pertanyaannya, kenapa ada berita Hoax semacam itu? Dan bagaimana berita hoax tersebut bisa beredar ditengah masyarakat bahkan menjadi viral atau trending topik?
Perlu diketahui bahwa rata-rata penyebaran berita hoax paling banyak dilakukan di media sosial. Dalam Penyebarannya tentu berhubungan erat dengan pengguna media sosial tersebut. Motif dari berita hoax sendiri bermacam-macam, ada yang menjadikannya sebagai bisnis komersial dengan cara mengirim berita atau konten secara berantai atau spam, baik melalui grup atau personal dan kemudian akan menyebar jika pengguna lain membuka atau mengklik konten berita tersebut. atau ada juga yang memanfaatkannya untuk mengumpulkan massa. Biasanya yang terakhir ini mengarah kepada hal politik.
Menteri Komunikasi dan Informatika ,Rusdiantara mengibaratkan relasi antara berita palsu atau hoax dan pengguna media sosial keduanya sebagai "lingkaran setan".  Pengelola situs hoax tersebut berupaya membuat kontennya menjadi viral agar menyebar luas lewat media sosial. Semakin viral sebuah konten, maka semakin tinggi pula trafik yang masuk ke situs pembuat hoax, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan potensi pendapatan dari iklan. Untuk besaran pendapatan yang diperoleh pembuat situs hoax dengan menyebarkan berita palsu memang tergolong cukup fantastis. Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengungkapkan nilainya bisa mencapai kisaran Rp 30 juta per bulan yang terhitung besar apabila pengelolanya hanya berjumlah 1-2 orang. Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menjabarkan sebuah angka yang jauh lebih besar, mencapai kisaran Rp 58 juta per bulan atau Rp 700 juta per tahun. proses produksi konten hoax pun relatif mudah, cukup dengan mengkopi isi berita di situs media resmi dan memanipulasinya sesuai keinginan.
Mereka yang menyebarkan berita hoax umumnya memiliki banyak pengikut di media sosial atau disebut buzzer. Padahall buzzer sendiri pada mulanya diciptakan untuk memviralkan produk atau program yang positif. Namun belakang ini buzzer bergeser dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk meyebarkan berita-berita yang negatif yang berujung pada isu hoax atau berita palsu. Tak jarang buzzer juga terlibat dalam percaturan politik karena memiliki pengikut atau pembaca aktif yang banyak, yang ketika posting selalu banyak yang koment, isi komentnya bisa bervariasi, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Kebanyakan postingan dari buzzer selalu kontroversi dan cenderung berpihak kepada salah satu kubu.

Usaha Memberantas Hoax
Pemerintah rupanya serius memerangi penyebaran berita palsu alias hoax. Hal tersebut dibuktikannya dengan membentuk Badan Siber Nasional. Lembaga baru itu bertugas melacak sumber kabar hoax dan melindungi situs pemerintah dari serangan peretas.
Selain itu pemerintah juga menindak tegas kepada siapapun yang terbukti menyebarkan berita hoax. Ancaman hukuman bagi penyebar berita atau konten hoax sendiri tidak main-main, yakni kurungan penjara enam tahun dan denda Rp 1 Miliar. Hal ini telah diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Dalam pasal tersebut telah disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Pemerintah nampaknya tidak sendirian dalam memberantas kasus hoax, organisasi masyarakat islam Nahdlatul Ulama (NU) juga membentuk satuan tugas untuk mengadvokasi masyarakat agar terhindar dari berita hoax. NU telah menganjurkan kepada masyarakat agar memperbanyak literasi informasi yang mempunyai kredibilitas dalam menghadapi berita-berita bohong yang kerap beredar di media sosial.
Selain NU, Pimpinan Pusat organisasi masyarakat islam Muhammadiyah juga melakukan hal serupa. Majelis Pustaka dan Informasi bersama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah membuat sebuah rumusan Fikih Informasi yg akan menghasilkan tiga produk yaitu panduan praktis, naskah akademik, dan fatwa atau tuntunan mengenai informasi dan berbagai isu yang terkait dengannya.
Bahkan Jejaring sosial Facebook yang ikut andil dalam menimbulkan hoax rupanya juga meluncurkan fitur baru penangkal hoax. fitur ini pertama kali diumumkan pada Desember 2016. Namun tampaknya ini pertama kalinya publik melihatnya secara viral. Fitur ini merupakan hasil kolaborasi Facebook dengan beberapa organisasi penguji fakta pihak ketiga. Sesuai dengan fungsinya, fitur penangkal hoax dibuat untuk memerangi penyebaran informasi hoax di Facebook dan juga sebagai bentuk tanggung jawab Facebook untuk menekan peredarannya. Pasalnya platform-platform media sosial termasuk Facebook, dituding secara luas ikut mendistribusikan artikel hoax atau yang menyesatkan sehingga dinilai harus ikut bertanggung jawab. Dengan adanya fitur itu diharap pengguna mendapatkan peringatan saat mereka mencoba untuk mem-posting informasi palsu. Jika pengguna mencoba membagi artikel hoax, maka akan muncul jendela pop-up berisi peringatan yang menyatakan bahwa artikel tersebut telah diperdebatkan.
Namun seiring gencarnya instansi atau ormas-ormas dalam memberantas berita hoax tersebut tidak ada artinya jika masyarakatnya sendiri tidak ikut melibatkan dirinya berperan serta dalam kegiatan tersebut. Banyakfaktor kenapa berita hoax itu mudah sekali tersebar hingga menjadi viral. Salah staunya adalah karena kemalasan membaca. kebanyakan masyarakat Indonesia umumnya sangat malas membaca. Banyak yang hanya membaca berita sekilas lalu dikirim karena dilihat judulnya menarik, sebagian lagi hanya membaca judulnya saja. Padahal tahukah bahwa dengan malas membaca kita menjadi sangat berbahaya. Dalam arti kita menjadi sangat mudah dihasut oleh berita atau informasi. Tidak akan ada hoax yang bahkan menjadi viral jika suatu masyarakat tidak memiliki kebiasaan malas membaca.
 Jika melihat hasil survei dari UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dari seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Kepala Biro Komunikasi Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Asianto Sinambela menegaskan, minat baca literasi masyarakat Indonesia masih sangat tertinggal dari negara lain. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60.
Banyak faktor yang menjadikan masyarakat Indonesia menjadi terasing sekali dengan literasi. Dari mulai lingkungan, media hiburan (tv) yg sangat dominan, hingga kurikulum pendidikan. Namun yang paling disalahkan dari semuanya adalah diri kita sendiri. Kenapa kita ikut menjadi bagian dari masyarakat yang malas membaca sehingga dengan mudahnya kabar hoax berdatangan. Ada banyak cara untuk menghindari berita hoax.namun yang paling mendasar adalah menghilangkan kebiasaan malas membaca tersebut.  Jika sudah barulah beranjak menapaki langkah sederhana yang bisa membuat kita mengenali apakah suatu berita tersebut termasuk hoax atau asli. Berikut adalah langkah-langkahnya:
·         Judul Provokatif
Berhati-hatilah dengan pemberitaan yang memasang judul yang sensasional bernada provokatif. Berita hoax kerapkali muncul dengan judul sensasional yang provokatif, seperti misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax. karenanya, apabila menjumpai berita dengan judul provokatif, sebaiknya mencari referensi berupa berita serupa dari situs online yang resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan begini, setidaknya pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
·         Cermati alamat situs
Jika anda menemui informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, coba cermati alamat URL situs yang dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, dalam hal ini misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan. menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti anda waspadai.
·          Periksa fakta
Dalam hal ini anda harus sedikit kritis. Kritis bukan berarti kepo. Anda harus tahu dari mana sebuah berita berasal? Siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi? Sebaiknya janganmudah percaya apabila informasi bersal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
·         Keaslian foto
Di era teknologi digital seperti sekarang ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian sebuah foto bisa dilakukan dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.


·         Terlibat dalam diskusi anti-hoax
Ada banyak diskusi anti-hoax. Di Facebook sendiri terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusitersebut, netizen bisa saling bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
·         Cara melaporkan hoax
Nah, apabila sudah menerapkan semua hal diatas, lalu kemduaian menemui berita hoax lalu bingung bagaimana cara mencegahnya supaya tidak merugikan banyak orang? Anda sebagai pengguna internet yang bijak dapat melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media.
Bagi pengguna facebook bisa memakai fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut. Sementara untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki sebuah fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian halnya juga dengan Instagram.
Pengguna internet kini juga dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id. Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan sebuah laman data.turnbackhoax.id yang fungsinya untuk menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.
Sesungguhnya masyarakat kita pada dasarnya adalah masyarakat yang gemar berbagi informasi. suatu hal baik itu dimanfaatkan para buzzer penyebar hoax untuk memenuhi kepentingan diri atau golongannya. akhirnya dari situ ada sebagian orang yg memutuskan untuk berhenti berbagi informasi. dan sisanya mencari akar dari permasalahan ini.


SUMBER TERKAIT
kbbionline.com
Wikipedia
kompas.com jan 11 2017 (Lingkaran setan ‘HOAX’ dan media sosial

okezone.com jumat 7 okt 2016 (minat baca Indonesia terendah kedua versi UNESCO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar